Tingkatkan Ekonomi Petani, Kementerian Desa PDT Bantu Alat Pemroses Kopi di Banyuwangi

Jumat, 14 Desember 2018


BANYUWANGI - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi bersama Pemerintah Kabupaten Banyuwangi mendirikan pabrik pengolahan kopi berskala kecil. Pabrik tersebut didirikan di Desa Kalibaru Wetan yang mayoritas warganya merupakan pekebun kopi. 

 

Wakil Bupati Banyuwangi Yusuf Widyatmoko mengatakan pendirian pabrik pengolahan kopi tersebut untuk meningkatkan perekonomian masyarakat pekebun. Warga yang selama ini hanya menjual buah dan biji kopi kini didorong mengolah kopi dan menjual kopi bubuk.

 

"Terima kasih kepada pemerintah pusat, dalam hal ini Kemendes PDT yang terus bersinergi dengan daerah untuk meningkatkan perekonomian daerah. Bantuan alat pemrosesan kopi ini akan sangat berdampak langsung pada peningkatan kesejateraan petani," kata Yusuf. 

 

Pabrik pengolahan kopi berskala kecil tersebut mendapat bantuan sejumlah peralatan pengolahan dari Kemendes PDT. Bantuan senilai Rp 1,2 miliar tersebut berupa mesin pengupas kulit buah, pengering kapasitas 5 kuintal, pemisah kulit ari, sortasi (grading), sangrai (roasting), pembubuk (grinder) dan alat penyegel kemasan (sealer).

 

"Kalau dulu masyarakat hanya menjual dalam bentuk kopi glondongan atau asalan (cherry bean), maka kini bisa menjual dalam bentuk bubuk dalam kemasan. Ini tentunya menambah nilai ekonomis warga," kata Yusuf.  

 

Selain itu, lanjut dia, pemkab juga akan melakukan pendampingan kepada petani. Bisa mulai dari proses awal petik kopi, sangarai, hingga tahapan pasaran. 

 

“Pendampingan akan diberikan hingga tahap pengemasan dan penjualan. Percuma sudah dapat alat bagus tetapi tidak bisa dipasarkan. Pekebun akan dilatih mendesain kemasan yang menarik dan dibukan jaringan penjualan kopi oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan,” ujar dia.

 

Pelaksana Tugas Kepala Desa Kalibaru Wetan Muji Purwanto mengatakan ada lahan hutan milik Perhutani seluas 2.700 hektar yang dikelola oleh Lembaga Masyarakat Desa Hutan. Lahan itu digunakan 334 kepala keluarga sebagai kebun kopi dengan sistem tumpang sari tanpa mengurangi tegakan tanaman hutan.

 

Muji menuturkan buah kopi biasa dijual Rp 5.000 hingga Rp 5.200 per kg untuk kategori asalan dan Rp 5.800 hingga Rp 6.000 per kg untuk kategori petik merah. Adapun gabah biasa dijual dengan harga Rp 23.000 hingga Rp 25.000 per kg untuk kategori asalan dan Rp 28.000.

 

Dengan adanya pabrik pengolahan kopi berskala kecil, para pekebun kini bisa menjual hasil panennya berupa kopi bubuk. "Harapannya para pekebun mendapat nilai lebih dari usahanya sehingga perekonomian mereka meningkat," kata Muji.

 

Salah satu petani, Maksun (60), mengaku mendapat manfaat dengan adanya bantuan alat-alat pemrosesan kopi. Kini, dirinya tidak perlu pusing memikirkan pengeringan kopi kala musim hujan tiba. 

 

"Puncak panen kopi dimulai dari bulan Juli sampai bulan November. Biasanya saat musim hujan datang, kami kebingungan bagaimana menjemur kopi. Sekarang sudah ada oven yang membantu menjaga kualitas kopi agar bisa tetap bagus," katanya.

 

Ada lima desa yang mendapat bantuan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Selain di Kalibaru Wetan, desa yang mendapat bantuan antara lain Bumdes bersama Desa Bulusari dan Desa Kalipuro. Dua desa itu mendapatkan bantuan berupa pengelolaan susu kambing etawa menjadi susu bubuk dan Desa Jembewangi berupa pengolahan kakao. (*)



Berita Terkait

Bagikan Artikel :