Nadine Chandrawinata Ajak Anak Muda Banyuwangi Tanam Mangrove di Teluk Pangpang

Senin, 16 Oktober 2017


BANYUWANGI – Puluhan anak muda terlihat asyik menyusuri areal Teluk Pangpang, Muncar  yang berlumpur, Minggu (15/10). Tangan mereka masing-masing memegang bibit mangrove. Bibit – bibit mangrove itu  akan mereka tanam di areal konservasi tanaman bakau tersebut.

Meski sedikit sulit melangkah di lahan berlumpur, anak-anak muda yang merupakan peserta Meet Up Seasoldier  dan Mangrove Planting itu tak mengeluh sedikit pun. Dengan antusias,  mereka menancapkan bibit mangrove jenis rizhopora di lahan yang telah disiapkan.

Di tengah kerumunan, tampak satu sosok yang tidak asing bagi pecinta adventure, Nadine Chandrawinata. Bersama rekannya , Dinni Septianingrum, Nadine sibuk memandu dan memperkenalkan cara menanam mangrove. Aksi Nadine itu tidak sendiri. Dibantu anggota Seasoldier Banyuwangi, mereka bahu membahu menebar 1000 bibit mangrove yang ada.

“Ini asyik sekali. Sangat bermanfaat, apalagi bagi kami yang awam. Kalau tahu sulitnya kayak gini, kita tentu akan  berpikir ulang untuk  merusak. Jangan bisanya cuma menjadikan tempat ini sebagai tempat selfie aja, tapi harus bisa  ikut menjaga kelestariannya,” ujar Laili Mumtahanah yang baru pertama kalinya menanam mangrove. Laili memperhatikan sungguh-sungguh instruksi yang diberikan  dan berhasil menanamkan bibit mangrove meski berulangkali  terjatuh ke dalam lumpur.

Laili mengaku tertarik untuk mengikuti kegiatan ini setelah melihat instagram Seasoldier yang mengumumkan secara terbuka digelarnya penanaman mangrove di Dusun Tegalrejo, Desa Wringin Putih, Muncar ini. “Begitu tahu, saya langsung mengajak teman-teman saya untuk ikutan. Semua menginap di rumah saya di Kecamatan Tegaldlimo, dan pagi-pagi sekali sudah sampai di Muncar,” kata Laili yang mengajak 4 orang temannya. Mereka berlima tengah menuntut ilmu di Fakultas MIPA, Jurusan Fisika, Universitas Jember.

Nadine Chandrawinata, pendiri Sea Soldier mengaku, aktivitas hari ini yang dilakukannya bersama para pemuda peduli lingkungan ini memenuhi targetnya. “Isu yang kami angkat lewat penanaman mangrove ini adalah memperkenalkan apa dan bagaimana mangrove itu. Yang kami sasar adalah anak-anak muda yang notabene belum pernah menanam mangrove,” kata Nadine.

Mantan Putri Indonesia 2005 ini menilai anak-anak muda Banyuwangi termasuk aktif dalam menyuarakan isu lingkungan, salah satunya di bawah bendera Seasoldier.

“Kami terus men-support agar dalam setiap kegiatan kami, anak-anak belajar komitmen diri. Selain dengan bertanam mangrove ini, kami juga rutin mengajak agar mereka selalu buang sampah pada tempatnya, mengurangi pemakaian sedotan, selalu bawa tumbler kemana-mana, nggak pake stryrofoam dan kalau belanja selalu bawa tas sendiri sehingga nggak perlu pakai tas plastik,” jelasnya.

Poin utamanya, tandas Nadine, bagaimana kita menghidupkan tradisi jaman dulu, dimana nenek moyang kita punya tradisi yang tidak merusak alam. Masyarakat diajarkan untuk ramah lingkungan dan mau belajar mengubah perilaku buruknya terhadap lingkungan. “Ingat lho, Indonesia itu penghasil sampah kedua terbesar di dunia. Berapa juta ton sampah yang dihasilkan per hari. Itu baru dari aspek sampah, belum masalah lingkungan lainnya,” ujar Nadine.

Apa yang digagas Seasoldier ini mendapat apresiasi dari Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Kepala Dinas Perikanan dan Pangan, Hary Cahyo Purnomo mengatakan, kegiatan ini merupakan bentuk peningkatan kepedulian lingkungan, yang mengajak generasi muda untuk ikut terlibat di dalamnya dan ikut menularkan ‘virus’ tersebut pada masyarakat sekitar.

“Kami berharap akan terjadi perubahan pola pikir masyarakat untuk lebih peduli pada lingkungan. Toh, dampaknya kita pula yang akan merasakan. Salah satunya penanaman mangrove ini yang akan melindungi populasi ikan di perairan kita,” ujar Hary.

Teluk Pangpang ini memiliki luasan 600 hektar. Dulunya tempat ini merupakan lahan mangrove yang kemudian dialihfungsikan  menjadi tambak-tambak. Itu terjadi pada tahun 1980-an. Ketika pengusaha tambak bangkrut , areal ini dibiarkan terbengkalai sehingga menjadi rusak. Akhirnya muncullah sekelompok orang yang tergerak untuk mengembalikan lahan konservasi tersebut seperti sedia kala. Pada tahun 2002/2003, mulailah mereka merintis kembali penanaman bakau di areal tersebut. Kelompok ini menamakan dirinya Kelompok Pengawas Masyarakat (Pokmaswas) Bangkit Remaja Tegalpare (Baret).

Muhammad Syaironi, Ketua Pokmaswas Baret awalnya mengaku sulit mengajak warga untuk melakukan peremajaan kembali terhadap mangrove. “Butuh kesabaran untuk mengajak mereka. Hanya beberapa gelintir saja yang mau terjun. Tapi lama kelamaan masyarakat mau terlibat dengan sukarela, sebab mereka sadar manfaat yang timbul dengan adanya mangrove. Misalnya produksi ikan, kepiting dan udang yang meningkat pesat,”beber Roni.

Sejak saat itu, masyarakat rutin melakukan peremajaan mangrove di kawasan yang berada di bawah pengelolaan Taman Nasional Alas Purwo dan Perhutani itu. Termasuk melakukan pembibitan sendiri di sana.

Komunitas Sea Soldier Banyuwangi pun membantu melengakpi fasilitas dengan adanya beragam tulisan yang mengajak untuk peduli lingkungan dan tidak buang sampah sembarangan. Serta menyediakan tempat-tempat sampah di pondok-pondok yang berada di jalur trekking mangrove.

Sekarang kawasan konservasi yang dinamakan warga sebagai Panorama Kili-Kili Teluk Pangpang  ini banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai sarana edukasi tentang tanaman bakau. Ada jalur trekking yang dibuat untuk menyusuri areal penanaman bakau.

Tempat ini juga nyaman sebagai arena rekreasi keluarga. Pengunjung bisa menikmati bersantai di bawah hawa sejuk mangrove dan  mengenal aneka satwa khas kawasan mangrove Teluk Pangpang. Seperti burung blekok sawah (Javan pond heron),  jalak penyu (Javan myna), dan aneka warna kepiting. Yakni kepiting  bakau ungu, hijau, dan jingga.

Belakangan, perekonomian warga sekitar juga meningkat. Para istri nelayan mendirikan warung-warung yang ramah lingkungan di sekitar areal wisata mangrove ini. (*)

 

 



Berita Terkait

Bagikan Artikel :