Garap Buah Naga Semiorganik, Petani Banyuwangi Untung Ratusan Juta

Selasa, 11 Juni 2019


 

BANYUWANGI - Para petani buah naga di Kecamatan Bangorejo, Banyuwangi, tersenyum bahagia. Selama Ramadan dan libur Lebaran, produksi buahnya cukup melimpah dengan harga yang tinggi.

 

Salah seorang petani yang menangguk hasil manis itu adalah Tarmijan. Di lahan seluas 2 hektar, dia mengembangkan buah naga semi-organik dengan kandungan kimia tergolong minim.

 

“Setiap panen buah naga kami langsung kirim ke Jakarta, juga ke supermarket dan toko-toko buah di Surabaya. Berapa pun yang kita kirim pasti akan dibeli mereka, karena buah naga saya semi-organik,” kata Tarmijan.

 

Dalam setahun, Tarmijan menangguk hasil yang lumayan besar. Dia menjelaskan, dalam satu hektar bisa menghasilkan 24.000 kg.

 

“Kalau diambil rata-rata harga buah naga Rp 15 ribu, dalam satu hektar bisa menghasilkan Rp 360 juta. Sementara ongkos produksinya sekitar Rp 110 juta. Jadi hasilnya lumayan,” ujar Tarmijan sembari tersenyum. 

 

Dengan asumsi harga Rp15 ribu per kg tersebut, Tarmijan untung Rp250 juta. Untung Tarmijan bisa dipastikan tambah baik karena harga buah naga semiorganiknya mencapai Rp 25-30 ribu per kg. 

 

"Ini sebenarnya belum masuk masa panen. Tapi, ada pendekatan teknologi pertanian sederhana untuk bisa mempercepat hasil panen. Jadi sekarang kami masih bisa panen meskipun belum masuk panen raya," ujar Tarmijan.

 

Pendekatan teknologi pertanian yang dimaksud Tarmijan ialah dengan menggunakan lampu sebagaimana banyak dilakukan oleh petani buah naga lainnya. Lampu itu berfungsi untuk mendorong proses pembuahan.

 

“Kalau pakai lampu itu bisa berbuah sepanjang tahun, tidak menunggu musim. Kalau musim kan biasanya dalam setahun hanya berbuah selama enam bulan. Namun kalau pakai lampu, sepanjang tahun terus berbuah,” jelas Tarmijan.

 

Selain itu, untuk melakukan perawatan terhadap tanah, Tarmijan dan sejumlah petani buah naga lainnya memanfaatkan teknologi sederhana yang diberi nama SIPLO (Sistem Intensifikasi Potensi Lokal). Alat tersebut berfungsi untuk ionisasi pada tanah, sehingga unsur hara terserap maksimal oleh tanaman.

 

"Alatnya dialiri listrik, kemudian ujungnya kabel lainnya dimasukkan ke tanah yang basah," ungkap Koordinator dan Pemasaran SIPLO Hera Fatmawati, yang juga merupakan putri kandung Tarmijan.

 

Dengan teknologi itu, buah naga yang dihasilkan memiliki kandungan residu logam berat di bawah standard SNI yang sudah diuji di laboratorium Sucofindo.

 

“Ini baru saja kita gunakan. Kualitas dan mutu buah naga yang dihasilkan meningkat,” urai Hera.

 

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat menemui para petani buah naga berharap inovasi tersebut terus dikembangkan. “Dinas Pertanian telah saya meminta memperkuat pendampingan. Ayo beralihnya ke semi-organik dan organik karena harganya pasti akan jauh lebih mahal dibanding yang biasa,” ujar Anas. (*)

 



Berita Terkait

Bagikan Artikel :