Bupati Siak Provinsi Riau Boyong Seluruh Camatnya Belajar Smart Kampung di Banyuwangi

Jumat, 8 November 2019


 

Banyuwangi – Pelaksanaan Smart Kampung di desa-desa Banyuwangi menjadi inspirasi tersendiri bagi Bupati Siak Provinsi Riau, Alfedri. Alfedri memboyong seluruh camatnya untuk melihat langsung praktik penerapan pemerintahan desa cerdas di kabupaten berjuluk The Sunrise of Java ini.  

Sebanyak 14 camat dan kepala dinas teknis terkait di lingkungan kerja Pemkab Siak mengunjungi Banyuwangi selama dua hari. Saat diterima Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas di Pendapa Kabupaten, Jumat (8/11/2019), Alfedri mengaku ingin belajar berbagai inovasi pelayanan publik di Banyuwangi. Khususnya, program Smart Kampung.

“Sebagai salah satu kabupaten terinovatif, Banyuwangi memiliki banyak inovasi cerdas yang menginspirasi kami. Kami ajak seluruh camat dan kepala OPD kemari untuk belajar banyak hal. Utamanya, Smart Kampung,” kata Alfedri.

Alfedri juga mengaku ingin belajar strategi penanggulangan kemiskinan, tata kelola keuangan desa, program jemput bola warga miskin yang sakit, penanggulangan anak putus sekolah, hingga pengembangan pariwisata.

“Semua yang kami dapatkan dari kunjungan ini akan kami tiru di Siak. Jujur saja, Pak Azwar (Bupati Anas-red) adalah role model kami dalam memimpin daerah. Dengan meniru semangat beliau, kami ingin membawa Siak ke depan lebih baik lagi,” tegasnya.

Selama di Banyuwangi, rombongan ini mengunjungi Mall Pelayanan Publik dan Kantor Kecamatan Genteng. Di dua lokasi tersebut, mereka melihat secara langsung praktik pelayanan publik berbasis IT yang dilakukan di Banyuwangi.

Sementara itu, Bupati Anas menyambut baik maksud rombongan Bupati Siak tersebut. “Kami senang jika yang telah dikerjakan oleh Banyuwangi bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain. Sekarang bukan jamannya lagi berkompetisi. Daerah harus saling bersinergi agar bisa maju bersama,” kata Anas.

Terkait Smart Kampung, terang Anas, adalah inovasi yang mendorong pelayanan desa berbasis teknologi informasi (TI). Sebagai kabupaten terluas di Pulau Jawa, jarak desa dan pusat kota di Banyuwangi sangat jauh dengan waktu tempuh bisa mencapai tiga jam. Warga yang butuh dokumen harus menuju ke kantor kecamatan atau pusat kota yang lokasinya cukup jauh, sehingga tidak efisien.

”Dengan Smart Kampung, secara bertahap administrasi cukup diselesaikan di desa. Tapi tentu butuh TI karena yang berjalan adalah datanya, bukan orangnya,” papar Anas.

Untuk menjawab tantangan pengelolaan keuangan desa yang mendapatkan dana besar dari APBN dan APBD, Banyuwangi mengembangkan e-village budgeting dan e-monitoring system. Perencanaan hingga pelaporan di tingkat desa terintegrasi dalam sebuah sistem.

”Misalnya monitoring, setiap proyek terpantau di sistem lengkap dengan titik koordinatnya. Jadi bisa meminimalisasi proyek ganda, sekaligus memberi rasa aman kepada perangkat desa mengingat tanggung jawabnya semakin besar karena dana yang mengalir ke desa juga terus bertambah,” jelas Anas.

Untuk mempercepat pelayanan di tingkat desa, Anas telah mendelegasikan kewenangannya ke desa. Misalnya, pembenahan rumah tidak layak huni.”Dulu itu harus bupati yang tanda tangani suratnya, sehingga rentangnya panjang. Sekarang cukup di tingkat desa,” ujarnya. (*)



Berita Terkait

Bagikan Artikel :